Maka bermain-mainlah di kedalaman
kelaminku atau akan telanjang bersama kupu-kupu yang telanjang bersamamu
mungkin akan kau temukan bekas-bekas air mata bahagia ibu
Ketika pertama kali aku mampu mengeja
namaku dan ia menghadiahiku sebutir bola yang penuh warna
Kudepak perut ibu : ibu, aku tak
bahagia aku merindukan sebuah boneka
Kini kusimpan boneka itu di lemari
tua bersama tetes-tetes air mata ibu, dan seonggok tubuh perkasa yang tak
pernah kuminta karena kelak jika ada yang mengerlingkan mata, sebagai kotak
Pandora yang terbuka sihirku akan merajalela, penuh canda dan tawa
Menurut
mami Yulie, ketua Forum Komunikasi Waria Indonesia pada tahun 2006 terdata
sebanyak 7.878.000 waria ada di Indonesia. Jumlah ini bisa berkembang sampai
200% karena banyak diantara mereka yang tidak terbuka dan tidak memiliki
identitas resmi seperti kartu tanda penduduk. Namun bentuk diskriminasi masih
terus dialami waria dengan yang paling rentan adalah tidak bisa mendapat tempat
di publik.
Merekapun tersingkir hingga masa tua. Usia mereka kini sudah tua, mereka hanya akan memanfaatkan sisa waktu hanya untuk sekedar hidup. Mereka tinggal di tempat penampungan waria yang sudah tua karena mereka ingin terdata dan diakui masyarakat.
Mungkinkah masyarakat mengakui dan tidak lagi memandang kaum waria sebelah mata?
-Muhammad Ramadhan
No comments:
Post a Comment